Senin, 25 Juni 2012


Pengaruh krisis global terhadap kebijakan fiskal dan moneter

BAB I
Pendahuluan
         Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Sebagaiman kita ketahui bahwa kebijakan moneter akan mempengaruhi pasar uang dan pasar surat berharga, dan pasar uang dan surat berhargta itu akan menentukan tinggi rendahnya tingkat bunga, dan tingkat bunga akan memperngaruhi tingkat agregat.
        Kebijakan fiskal akan mempunyai pengaruh terhadap permintaan dan penawaran agregat, yang pada giliranya permintaan dan penawaran agregat itu akan menentukan keadaan di pasar barang dan jasa. Kondisi di pasar barang dan jasa ini akan menentukan tingkat harga dan kesempatan kerja akan menentukan tingkat pendapatan dan tingkat upah yang di harapkan. Keduanya akan memiliki umpan balik yaitu pendapatan akan memberikan umpan balik terhadap permintaan agregat dan upah harapan mempunyai umpan balik terhadap penawaran agregat dan pasar uang serta pasar surat berharga.
        Seperti hal nya di Negara Indonesia yang sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Dimana Tingginya tingkat krisis yang dialami negeri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyakmodal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya.
        Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah. Dan dalam makalah ini akan membahas mengenai pengaruh krisis global terhadap kebijakan fiskal dan moneter.

BAB II
Latar belakang

Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam makalah ini terdapat beberapa pokok permasalahan yaitu:
  1. Apa pengertian dan macam-macam kebijakan fiscal itu? 
  2.  Apa pengertian dan macam-macam kebijakan moneter itu?
  3.  bagaimana pengaruh krisis global terhadap kebijakan fiskal dan moneter?

BAB IV
Pembahasan
A.     Kebijakan Fiskal
1.      Pengertian kebijakan fiskal
Kebijakan fiskal adalah suatu tindakan pemerintah didalam mengatur perekonomian melalui anggaran belanja negara, dan biasanya di kaitkan dengan masalah perpajakan meskipun tidak selalu demikian, namun orang lebih melihat kebijaksaan pemerintah disektor perpajakan.[2] Atau dengan kata lain, Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak.
Pada sektor rumah tangga(RTK), dimana rumah tangga melakukan pembelian barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan untuk konsumsi daan mendapatkan pendapatan berupa gaji, upah, sewa, dividen, bunga, dll dari perusahaan. kegiatan ekonomi dengan Pemerintah adalah rumah tangga menyetorkan sejumah uang sebagai pajak dan menerima penerimaan berupa gaji, bunga, penghasilan non balas jasa, dll. Sedangkan dengan Dunia Internasional adalah rumah tangga mengimpor barang dan jasa dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pada sektor perusahaan, kegiatan ekonomi memiliki hubungan dengan rumah tangga yaitu perusahaan menghasilkan produk-produk barupa barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dan memberikan penghasilah dan keuntungan kepada rumah tangga barupa gaji, deviden, sewa, upah, bunga. Sedangkan hubungan dengan Pemerintah, perusahaan akan membayar pajak kepada pemerintah dan menjual produk dan jasa kepada pemerintah. Sedangkan hubungan dengan Dunia Internasional, perusahaan melakukan impor atas produk barang maupun jasa dari luar negri.
Pada sektor pemerintah, kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan RumahTangga dimana pemerintah menerima setoran pajak rumah tangga untuk kebutuhan operasional, pembangunan. Dan untuk hubungan dengan Perusahaan, pemerintah mendapatkan penerimaan pajak dari pengusaha. Pemerintah membeli produk dari perusahaan berdasarkan dana anggaran belanja yang ada. Pada sektor Dunia Internasional / Luar Negeri, dimana Hubungan dengan RumahTangga adalah dunia internasional menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan rumah tangga. dan untuk Hubungan dengan Perusahaan, dunia internasional mengekspor produknya kepada bisnis-bisnis perusahaan.[3]

2.      Macam-Macam Anggaran
Untuk mencapai tingkat stabilitas kegiatan perekonomian, mencegah terjadinya infasi dan pengangguran serta menciptakan pertumbuhan eonomi yang pesat, dapat ditempuh dengan berbagai kebijakan anggaran. Adapun macam-macam kebijakan anggaran yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a.       Kebijakan angaran seimbang
Ahli ekonomi klasik berpendapat untuk mencapai tingkat ekonomi yang dikehendai, pemerintah harus melakukan kebijakan anggaran keseimbangan. Artinya, anggaran belanja negara harus sama dengan pendapatan negara. bila pemerintah ingin menaikan anggaran belanja maka pemerintah harus menaikan pendapatan negara sesuai kenaikan belanja tersebut. Sebaliknya, bila pendapatan negara turun maka anggaran belanja negara juga harus diturunkan agar APBN berlangsung seimbang.
b.      Kebijakan anggaran surplus
Arti kebijakan anggaran surplus adalah anggaran pendapatan negara lebih besar dari anggaran belanja. Dengan demikian pemerintah memiliki tabungan. Semakin besar tabungan maka semakin tinggi kemampuan pemerintah dalam meningkatkan dan memperluas investasi. Selanjutnya, akan memperbanyak lapangan pekerjaan dan mendorong meningkatkan produksi. Jadi, anggran yang surplus ini akan mempermudah mengarahkan tingkat kegiatan ekonomi sesuai dengan yang dikehendaki pemerintah.
c.       Kebijakan anggaran deficit
Makna kebijakan anggaran defisit adalah anggaran pendapatan negara lebih kecil dari anggaran belanja. Jadi, terdapat kekurangan pendapatan. jika pemerintah memiliki banyak tabungan yang dapat ditimbun sebelumnya, tabungan tersebut dapat digunakan untuk menutup deficit.[4]
Tujuan kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).[5]

B.       Kebijakan Moneter 
       1. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijaksanaan moneter adalah suatu tindakan pemerintah (atau bank sentral) untuk mempengaruhi situasi makro yang dilaksanakan melalui pasar uang beredar.[6] Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Dengan kata lain,Kebijakan moneter adalah proses di mana pemerintah, bank sentral, atau otoritas moneter suatu negara kontrol suplai (i) uang, (ii) ketersediaan uang, dan (iii) biaya uang atau suku bunga untuk mencapai menetapkan tujuan berorientasi pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
Kebijakan Moneter bertumpu pada hubungan antara tingkat bunga dalam suatu perekonomian, yaitu harga di mana uang yang bisa dipinjam, dan pasokan total uang. Kebijakan moneter menggunakan berbagai alat untuk mengontrol salah satu atau kedua, untuk mempengaruhi hasil seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar dengan mata uang lainnya dan pengangguran. Dimana mata uang adalah di bawah monopoli penerbitan, atau dimana ada sistem diatur menerbitkan mata uang melalui bank-bank yang terkait dengan bank sentral, otoritas moneter memiliki kemampuan untuk mengubah jumlah uang beredar dan dengan demikian mempengaruhi tingkat suku bunga (untuk mencapai kebijakan gol). 
2. Macam-macam kebijakan moneter
a.       Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) 
Operasi pasar terbuka adalah tindakan bank sentral membeli atau menjual surat-surat berharga di pasar uang. Pembelian surat-surat berharga oleh bank sentral akan menaikkan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. Dan begitu sebaliknya bila bank sentral menjual surat-surat berharga di pasar uang. [7]     
b.      Kebijakan Diskonto (Discount Policy)
Yaitu kebijakan pemerintah dengan jalan menaikkan suku bunga pada saat inflasi dan   \menurunkan pada saat deflasi, ditunjukkan untuk menaikkan tingkat bunga karena dengan bunga kredit tinggi maka aktivitas ekonomi yang menggunakan dana pinjaman akan tertahan karena modal diskontonya atau discount rate policy (tingkat bunga yang dikenakan pada bank umum atas pinjaman dana yang diberikan), maka jumlah uang yang
beredar cenderung berkurang, begitu sebaliknya.
       c .    Kebijakan Cadangan kas (Cash Ratio Policy)
      Yaitu kebijakan pemerintah dengan jalan menaikkan cadangan kas pada saat inflasi dan menurunkan cadangan kas pada saat deflasi, atau bisa juga menaikkan perbandingan antara uang yang beredar dengan uang yan mengendap di dalam kas mengakibatkan kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang. Cara baru untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar di masyarakat yaitu dengan car amengubah-ubah minimum kas rasio. Bank sentral pada umumnya menentukan anka banding minimum antara uang tunai dengan kewajiban giral bank. Angka banding tersebut biasa disebut minimum cash ratio. Bila pemerintah menurunkan minimum kas rasio, maka dengan uang tunai yang sama bank dapt menciptakan uang lebih banyak dari jumlah sebelumnya.
d.      Kebijakan Kredit Ketat     
        Yaitu kebijakan pemerintah dengan mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara memperketat pemberian kredit, kredit boleh diberikan asal memenuhi syarat 5C, Character, Capability, collateral, capital, dan Condition of economy, tetapi pada saat deflasi syarat dapat dipelonggar. Bank sentral (Bank Indonesia) berusaha mempengaruhi bank-bank umum dalam hal memberikan kredit kepada nasabah melalui berbagai macam peraturan kredit.
      e.   Kebijakan dorongan moral (moral suasion) 
            Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan    memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian. 
f.kebijakan sanering
                   Yaitu kebijakan memotong nilai nominal pada saat inflasi, misalnya  Rp 1.000,00 menjadi Rp 1,00.
g.      Kebijakan Devaluasi
 Yaitu menurunkan nilai mata uang asing, dengan tujuan mendorong ekspor dan menghambat impor
h.      Kebijakan revaluasi
       Yaitu kebijakan menaikkan nilai mata uang sendiri terhadap nilai mata uang asing.[8]

C.    Pengaruh krisis global terhadap Kebijakan Fiskal dan Moneter
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor – sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing – masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Krisis global saat ini jauh lebih parah dari perkiraan semula dan suasana ketidakpastiannya sangat tinggi. Kepercayaan masyarakat dunia terhadap perekonomian menurun tajam. Akibatnya, gambaran ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke hari walaupun semua bank sentral sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang terendah. Tingkat bunga yang sedemikian rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk melakukan kebijakan moneter menjadi terbatas, sehingga pilihan yang tersedia hanya pada kebijakan fiscal. Menurut Mohamad Ikhsan, (http://majalah.tempointeraktif.com) negara-negara yang tergabung dalam G-20 dalam komunike bersamanya baru ini-ini sepakat mendorong lebih cepat ekspansi kebijakan fiskal minimal 2 persen dari produk domestik bruto untuk memulihkan perekonomian dunia. Meskipun secara teoretis kebijakan fiskal dapat berfungsi sebagai stimulus perekonomian, dalam pelaksanaannya sering kali terdapat hambatan. Hambatan ini dirasakan terutama di negara berkembang.
Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara
Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara. Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.
Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment).
Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).
Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian . Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.
Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow.
Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations (OMOs).
Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah, dan dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.
Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs. [9]

BAB IV
Simpulan
Kebijakan fiskal dan moneter adalah kebijakan yang di lakukan dengan tujuan untuk mengelola isi permintaan barang dan jasa, untuk mempertahankan produksi Yang mendekati full employment dan untuk mempertahankan tingkat harga barang dan jasa agar inflasi dan deflasi tidak terjadi.
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure).
Krisis global saat ini jauh lebih parah dari perkiraan semula dan suasana ketidakpastiannya sangat tinggi. Kepercayaan masyarakat dunia terhadap perekonomian menurun tajam. Akibatnya, gambaran ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke hari walaupun semua bank sentral sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang terendah. Tingkat bunga yang sedemikian rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk melakukan kebijakan moneter menjadi terbatas, sehingga pilihan yang tersedia hanya pada kebijakan fiscal.


[2] Diktat Ekonomi Indonesia Hlm: 83
[6] Boediono,Ekomi Makro,(yogjakarta: BPFE,2008), hlm:96
[7] Dr. Faried Wijaya.M.,M.A,Ekonomikamakro,(Yogyakarta:BPFE,1999), hlm:218