Pengaruh krisis global
terhadap kebijakan fiskal dan moneter
BAB I
Pendahuluan
Kebijakan
fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan
perekonomian.
Sebagaiman
kita ketahui bahwa kebijakan moneter akan mempengaruhi pasar uang dan pasar
surat berharga, dan pasar uang dan surat berhargta itu akan menentukan tinggi
rendahnya tingkat bunga, dan tingkat bunga akan memperngaruhi tingkat agregat.
Kebijakan fiskal akan mempunyai pengaruh
terhadap permintaan dan penawaran agregat, yang pada giliranya permintaan dan
penawaran agregat itu akan menentukan keadaan di pasar barang dan jasa. Kondisi
di pasar barang dan jasa ini akan menentukan tingkat harga dan kesempatan kerja
akan menentukan tingkat pendapatan dan tingkat upah yang di harapkan. Keduanya
akan memiliki umpan balik yaitu pendapatan akan memberikan umpan balik terhadap
permintaan agregat dan upah harapan mempunyai umpan balik terhadap penawaran agregat
dan pasar uang serta pasar surat berharga.
Seperti hal nya di Negara Indonesia
yang sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang
lalu. Dimana Tingginya tingkat krisis yang dialami negeri kita ini
diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas
inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyakmodal
yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi
seperti ini tak bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah
untuk menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya.
Kebijakan moneter dengan menerapkan target
inflasi yang diambil oleh pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar.
Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke
arah makin kecilnya peran pemerintah.
Dan dalam makalah ini akan membahas mengenai pengaruh krisis global terhadap
kebijakan fiskal dan moneter.
BAB II
Latar belakang
Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam makalah ini
terdapat beberapa pokok permasalahan yaitu:
- Apa pengertian dan macam-macam kebijakan fiscal itu?
- Apa pengertian dan macam-macam kebijakan moneter itu?
- bagaimana pengaruh krisis global terhadap kebijakan fiskal dan moneter?
BAB IV
Pembahasan
A. Kebijakan Fiskal
1. Pengertian
kebijakan fiskal
Kebijakan
fiskal adalah suatu tindakan pemerintah didalam mengatur perekonomian melalui
anggaran belanja negara, dan biasanya di kaitkan dengan masalah perpajakan
meskipun tidak selalu demikian, namun orang lebih melihat kebijaksaan
pemerintah disektor perpajakan.[2]
Atau dengan kata lain, Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam
rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan
mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan
kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal
lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen
kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan
erat dengan pajak.
Pada sektor rumah tangga(RTK),
dimana rumah tangga melakukan pembelian barang dan jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan untuk konsumsi daan mendapatkan pendapatan berupa gaji, upah, sewa,
dividen, bunga, dll dari perusahaan. kegiatan ekonomi dengan Pemerintah adalah
rumah tangga menyetorkan sejumah uang sebagai pajak dan menerima penerimaan
berupa gaji, bunga, penghasilan non balas jasa, dll. Sedangkan dengan Dunia
Internasional adalah rumah tangga mengimpor barang dan jasa dari luar negeri
untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pada sektor perusahaan, kegiatan ekonomi
memiliki hubungan dengan rumah tangga yaitu perusahaan menghasilkan
produk-produk barupa barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dan
memberikan penghasilah dan keuntungan kepada rumah tangga barupa gaji, deviden,
sewa, upah, bunga. Sedangkan hubungan dengan Pemerintah, perusahaan akan
membayar pajak kepada pemerintah dan menjual produk dan jasa kepada pemerintah.
Sedangkan hubungan dengan Dunia Internasional, perusahaan melakukan impor atas
produk barang maupun jasa dari luar negri.
Pada sektor pemerintah, kegiatan
ekonomi yang berhubungan dengan RumahTangga dimana pemerintah menerima setoran
pajak rumah tangga untuk kebutuhan operasional, pembangunan. Dan untuk hubungan
dengan Perusahaan, pemerintah mendapatkan penerimaan pajak dari pengusaha. Pemerintah
membeli produk dari perusahaan berdasarkan dana anggaran belanja yang ada. Pada
sektor Dunia Internasional / Luar Negeri, dimana Hubungan dengan RumahTangga
adalah dunia internasional menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan rumah
tangga. dan untuk Hubungan dengan Perusahaan, dunia internasional mengekspor
produknya kepada bisnis-bisnis perusahaan.[3]
2. Macam-Macam
Anggaran
Untuk mencapai tingkat stabilitas
kegiatan perekonomian, mencegah terjadinya infasi dan pengangguran serta
menciptakan pertumbuhan eonomi yang pesat, dapat ditempuh dengan berbagai
kebijakan anggaran. Adapun macam-macam kebijakan anggaran yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan
angaran seimbang
Ahli ekonomi klasik berpendapat untuk mencapai tingkat ekonomi
yang dikehendai, pemerintah harus melakukan kebijakan anggaran keseimbangan.
Artinya, anggaran belanja negara harus sama dengan pendapatan negara. bila
pemerintah ingin menaikan anggaran belanja maka pemerintah harus menaikan
pendapatan negara sesuai kenaikan belanja tersebut. Sebaliknya, bila pendapatan
negara turun maka anggaran belanja negara juga harus diturunkan agar APBN
berlangsung seimbang.
b. Kebijakan
anggaran surplus
Arti kebijakan anggaran surplus adalah anggaran pendapatan negara
lebih besar dari anggaran belanja. Dengan demikian pemerintah memiliki
tabungan. Semakin besar tabungan maka semakin tinggi kemampuan pemerintah dalam
meningkatkan dan memperluas investasi. Selanjutnya, akan memperbanyak lapangan
pekerjaan dan mendorong meningkatkan produksi. Jadi, anggran yang surplus ini
akan mempermudah mengarahkan tingkat kegiatan ekonomi sesuai dengan yang
dikehendaki pemerintah.
c. Kebijakan anggaran deficit
Makna kebijakan anggaran defisit adalah anggaran pendapatan negara
lebih kecil dari anggaran belanja. Jadi, terdapat kekurangan pendapatan. jika
pemerintah memiliki banyak tabungan yang dapat ditimbun sebelumnya, tabungan
tersebut dapat digunakan untuk menutup deficit.[4]
Tujuan
kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini
dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi
pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang
diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y)
dan tingkat kesempatan kerja (N).[5]
B.
Kebijakan
Moneter
1. Pengertian
Kebijakan Moneter
Kebijaksanaan moneter adalah suatu tindakan
pemerintah (atau bank sentral)
untuk mempengaruhi situasi makro yang dilaksanakan melalui pasar uang beredar.[6] Usaha tersebut dilakukan agar
terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output
keseimbangan. Dengan kata lain,Kebijakan moneter adalah proses di mana
pemerintah, bank sentral, atau otoritas moneter suatu negara kontrol suplai (i)
uang, (ii) ketersediaan uang, dan (iii) biaya uang atau suku bunga untuk
mencapai menetapkan tujuan berorientasi pada pertumbuhan dan stabilitas
ekonomi.
Kebijakan
Moneter bertumpu pada hubungan antara tingkat bunga dalam suatu perekonomian,
yaitu harga di mana uang yang bisa dipinjam, dan pasokan total uang. Kebijakan
moneter menggunakan berbagai alat untuk mengontrol salah satu atau kedua, untuk
mempengaruhi hasil seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar dengan
mata uang lainnya dan pengangguran. Dimana mata uang adalah di bawah monopoli
penerbitan, atau dimana ada sistem diatur menerbitkan mata uang melalui
bank-bank yang terkait dengan bank sentral, otoritas moneter memiliki kemampuan
untuk mengubah jumlah uang beredar dan dengan demikian mempengaruhi tingkat
suku bunga (untuk mencapai kebijakan gol).
2. Macam-macam
kebijakan moneter
a. Operasi
Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah tindakan bank sentral membeli atau
menjual surat-surat berharga di pasar uang. Pembelian surat-surat berharga oleh
bank sentral akan menaikkan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. Dan
begitu sebaliknya bila bank sentral menjual surat-surat berharga di pasar uang.
[7]
b. Kebijakan
Diskonto (Discount Policy)
Yaitu kebijakan pemerintah dengan jalan menaikkan suku bunga pada
saat inflasi dan \menurunkan pada saat deflasi, ditunjukkan untuk menaikkan tingkat
bunga karena dengan bunga kredit tinggi maka aktivitas ekonomi yang menggunakan
dana pinjaman akan tertahan karena modal diskontonya atau discount rate policy
(tingkat bunga yang dikenakan pada bank umum atas pinjaman dana yang
diberikan), maka jumlah uang yang
beredar cenderung berkurang, begitu sebaliknya.
c . Kebijakan Cadangan kas (Cash Ratio Policy)
c . Kebijakan Cadangan kas (Cash Ratio Policy)
Yaitu kebijakan
pemerintah dengan jalan menaikkan cadangan kas pada saat inflasi dan menurunkan
cadangan kas pada saat deflasi, atau bisa juga menaikkan perbandingan antara
uang yang beredar dengan uang yan mengendap di dalam kas mengakibatkan
kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang
beredar akan berkurang. Cara baru untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar
di masyarakat yaitu dengan car amengubah-ubah minimum kas rasio. Bank sentral
pada umumnya menentukan anka banding minimum antara uang tunai dengan kewajiban
giral bank. Angka banding tersebut biasa disebut minimum cash ratio. Bila
pemerintah menurunkan minimum kas rasio, maka dengan uang tunai yang sama bank
dapt menciptakan uang lebih banyak dari jumlah sebelumnya.
d.
Kebijakan Kredit Ketat
Yaitu
kebijakan pemerintah dengan mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara
memperketat pemberian kredit, kredit boleh diberikan asal memenuhi syarat 5C, Character,
Capability, collateral, capital, dan Condition of economy, tetapi
pada saat deflasi syarat dapat dipelonggar. Bank sentral (Bank Indonesia)
berusaha mempengaruhi bank-bank umum dalam hal memberikan kredit kepada nasabah
melalui berbagai macam peraturan kredit.
e. Kebijakan dorongan moral (moral suasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter
untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku
ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk
berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan
menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak
jumlah uang beredar pada perekonomian.
f.kebijakan sanering
Yaitu kebijakan memotong nilai nominal
pada saat inflasi, misalnya Rp 1.000,00
menjadi Rp 1,00.
g.
Kebijakan Devaluasi
Yaitu menurunkan nilai mata uang asing, dengan tujuan mendorong ekspor dan menghambat impor
Yaitu menurunkan nilai mata uang asing, dengan tujuan mendorong ekspor dan menghambat impor
h.
Kebijakan revaluasi
Yaitu kebijakan menaikkan nilai mata uang sendiri terhadap nilai mata uang asing.[8]
Yaitu kebijakan menaikkan nilai mata uang sendiri terhadap nilai mata uang asing.[8]
C.
Pengaruh krisis global terhadap
Kebijakan Fiskal dan Moneter
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing
variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel
utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure).
Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan
suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter berkaitan
erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor – sektor tersebut
diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan
sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan
interaksi masing – masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Krisis global saat ini jauh lebih parah dari
perkiraan semula dan suasana ketidakpastiannya sangat tinggi. Kepercayaan
masyarakat dunia terhadap perekonomian menurun tajam. Akibatnya, gambaran
ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke hari walaupun semua bank
sentral sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang terendah. Tingkat bunga
yang sedemikian rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk melakukan
kebijakan moneter menjadi terbatas, sehingga pilihan yang tersedia hanya pada
kebijakan fiscal. Menurut Mohamad Ikhsan, (http://majalah.tempointeraktif.com)
negara-negara
yang tergabung dalam G-20 dalam komunike bersamanya baru ini-ini sepakat
mendorong lebih cepat ekspansi kebijakan fiskal minimal 2 persen dari produk
domestik bruto untuk memulihkan perekonomian dunia. Meskipun secara teoretis kebijakan fiskal
dapat berfungsi sebagai stimulus perekonomian, dalam pelaksanaannya sering kali
terdapat hambatan. Hambatan ini dirasakan terutama di negara berkembang.
Kebijakan fiskal akan mempengaruhi
perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping
pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus),
perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk
kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara
Di dalam perhitungan defisit atau
surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan
jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan
jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara.
Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan
berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang
menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara
donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara. Di
lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran
untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara
ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan
hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.
Dari perhitungan penerimaan dan
pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN.
Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi
dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut .
Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk
membayar hutang pemerintah (prepayment).
Dalam hal terjadi defisit, maka
defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign
borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat
dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan
obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian
perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari
pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat
memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah
menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam
batas-batas kemampuan negara (sustainable).
Pada dasarnya defisit dalam APBN
akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian . Dalam hal defisit APBN
dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan
inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli
barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI
selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk
membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai
pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak,
pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah
uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.
Adapun pembiayaan defisit dengan
menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca
pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah
pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung
positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu
lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash
inflow.
Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter
ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat”
sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan
inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian
ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open
market operations (OMOs).
Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya
bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika
likuiditas dalam perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan
membeli sejumlah obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar
bertambah, dan dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam
perekonomian, bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada
dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara
di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga
obligasi.
Dalam kasus Indonesia, sampai saat
ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO.
Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada
masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar
sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual
beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih
mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs.
Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga
SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu)
bulan, sehingga instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam
OMOs. [9]
BAB IV
Simpulan
Kebijakan fiskal dan moneter adalah
kebijakan yang di lakukan dengan tujuan untuk mengelola isi permintaan barang
dan jasa, untuk mempertahankan produksi Yang mendekati full employment dan
untuk mempertahankan tingkat harga barang dan jasa agar inflasi dan deflasi
tidak terjadi.
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing
variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel
utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure).
Krisis global saat ini jauh lebih parah dari
perkiraan semula dan suasana ketidakpastiannya sangat tinggi. Kepercayaan
masyarakat dunia terhadap perekonomian menurun tajam. Akibatnya, gambaran
ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke hari walaupun semua bank
sentral sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang terendah. Tingkat bunga
yang sedemikian rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk melakukan
kebijakan moneter menjadi terbatas, sehingga pilihan yang tersedia hanya pada
kebijakan fiscal.
[1] http://donielibra.wordpress.com/ekonomi-makro-kebijakan-fiskal-dan-moneter.html Di Akses Tgl 1 juni 2012
[2] Diktat Ekonomi Indonesia Hlm: 83
[3] http://donielibra.wordpress.com/ekonomi-makro-kebijakan-fiskal-dan-moneter Di
Akses Tgl 1 juni 2012
[5] http://donielibra.wordpress.com/ekonomi-makro-kebijakan-fiskal-dan-moneter Di
Akses Tgl 1 Juni 2012
[8] http://hendrinote.blogspot.com/2011/04/macam-macam-kebijakan-moneter.html Di
Akses Tgl 1 Juni 2012
[9] Http://Shellyhuzaynah.Wordpress.Com/2009/03/27/Kebijakan
Fiskal-Moneter-Di-Perekonomian-4-Sektor/ Di Akses Tgl 1
Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar